Tugas Psikologi Belajar
KESULITAN BELAJAR SISWA & CARA MENGATASINYA[1]
1.
Pengertian Kesulitan Belajar
Menurut National
Institute of Health, USA kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar
pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan
antara taraf intelegensia dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai..[2]
Selain definisi
tersebut di atas, menurut Sudrajat
kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, di antaranya :
·
Learning
Disorder
Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak
dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan.
·
Learning
Disfunction
Learning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang
dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut
tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, atau gangguan psikologis lainnya.
·
Under
Achiever
Under achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya
memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh: siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ =
130 –140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
·
Slow
Learner
Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat
dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
·
Learning
Disabilities
Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada
gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.[3]
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan
belajar
Syah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar sebagai berikut:
a.
Faktor
Internal Siswa
b.
Faktor
Eksternal Siswa [4]
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di
atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar
siswa. Di antara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini
ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar).
Menurut Reber, sindrom yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang
menimbulkan kesulitan belajar, yaitu: Disleksia, Disgrafia, Diskalkulia.[5]
Akan tetapi,
siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki
potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas
rata-rata. Oleh karena itu, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain
dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak.
Menurut
Sternberg, otak sangat berperan penting terhadap pemrosesan kognitif siswa
karena otak adalah organ dalam tubuh kita yang mengontrol langsung pikiran,
emosi dan motivasi kita. Dengan demikian,gangguan sedikit saja terhadap otak
akan mengganggu sistem saraf yang lain dan pada akhirnya siswa mungkin tidak
termotivasi dalam belajar.[6]
Lebih luas Ahmadi
menyebutkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ke dalam dua golongan,
yaitu :
·
Faktor
intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
ü Faktor fisiologi, adalah faktor fisik
dari anak itu sendiri
ü Faktor psikologis adalah berbagai hal
yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar.
·
Faktor
ekstern (faktor dari luar anak) meliputi;
ü Faktor-faktor sosial,yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
ü Faktor-faktor non-sosial,seperti alat-
alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.[7]
3.
Gejala- gejala kesulitan belajar
Burton
mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang
ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
a.
Dalam
batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal
dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
b.
Tidak
dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran
tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam under achiever.
c.
Tidak
berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya.Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga
harus menjadi pengulang (repeater).[8]
4.
Jenis-Jenis kesulitan belajar
1)
Kesulitan
Membaca ( Dyslexia ), Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan
membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur
kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan,
sisipan,penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami
fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan).
2)
Kesulitan
Menulis ( Dysgraphia ), Dalam menulis sesuatu dibutuhkan penglihatan
yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan
ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan
tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan
menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.
3)
Kesulitan
Menghitung ( Dyscalculia ), biasanya mengacu pada pada suatu problem
khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Anak yang mengalami problem dyscalculia
merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung.
4)
attention
deficit hyperactivity disorder
(ADHD) yang merupakan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Masalah
utama yang dialami penderita ADHD adalah sulit mengontrol hiperaktivitas,
impulsivitas, dan kurang dapat memusatkan perhatian.
5.
Mengatasi kesulitan belajar
Selanjutnya, ada satu bentuk pemecahan
masalah kesulitan belajar yang disebut dengan bimbingan belajar. Secara
umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a)
Identifikasi
kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni:
·
Call
them approach
·
Maintain
good relationship
·
Developing
a desire for counseling
·
Melakukan
analisis terhadap hasil belajar siswa.
·
Melakukan
analisis sosiometris.
b)
Identifikasi
Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk
memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa.
c)
Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan
faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa.
d)
Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah
yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai
alternative pemecahannya.
e)
Remedial
atau Referal (Alih Tangan Kasus)
f)
Evaluasi
dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi
atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut,
untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan ( treatment) yang telah
diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan
evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan
layanan bimbingan belajar, yaitu:
Ø Berkembangnya pemahaman baru yang
diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas,
Ø Perasaan positif sebagai dampak dari
proses dan materi yang dibawakan melalui layanan,
Ø Rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan
upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
[1] paper ini dipresentasikan oleh Dwi Niar,Naisyah dan
Zaharuddin
[2]Akhmad Sudrajat,akhmadsudrajat.wordpress.com,2009,
h. 2
[4] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (
Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000 ) h. 173-174.
[5]
Ibid
[6] Robert
Sternberg, Penerjemah Yudi Santoso, Psikologi
Kognitif, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008 ) h. 28.
Komentar
Posting Komentar