Akad jual beli
Pendahuluan
Dengan menyebut nama
Allah pengasih serta penyayang, yang telah mengutus Nabi Muhammad s.a.w, untuk
menyampaikan agama yang hak, memberi petunujuk kejalan kebaikan kepada segenap
manusia, untuk penghidupan di dunia keselamatan di akhirat.
Allah telah menjadikan
manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, agar senantiasa mereka
saling tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan
masing-masing, baik dengan jalan jual-beli baik dalam urusan diri sendiri
maupun untuk kemaslahatan umum. Agar pertukaran maupun jual-beli dapat berjalan
dengan lancar dan teratur, maka agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya.
Karena dengan teraturnya mu’amalat penghidupan manusia akan terjamin.
Sebagaimana telah
disebutkan dalam sebelumnya , bentuk-bentuk akad dibagi menjadi dua:
1.
Akad tijarah, segala macam perjanjian
yang menyangkut for profit transaction.
2.
Akad tabarru, segala macam perjanjian
yang menyangkut not profit transaction.
Dalam kesempatan kali ini kami,
akan menguraikan tentang akad jual-beli yang didalamnya terdapat apa yang
dimaksud dengan pengertian jual-beli? Dasar-dasar jual-beli? Rukun dan syarat
jual-beli? Unsur-unsur kelalaian dalam jual beli? Macam-macam jual beli?
Pembahasan
Bentuk-Bentuk
Akad Tijaroh
A.
Jual-Beli
Ø Pengertian
dan Dasar Hukum
Terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan oleh
ulama fiqh, tetapi subtansi dan tujuan masing-masing definisi tersebut adalah
sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu. Dari pengertian tersebut
dapat dikatakan hal yang terkandung dalam jual beli adalah hak kepimilikan
kepada pihak lain.
Jual-beli mempunyai landasan hukum yang kuat dalam al-Quran
dan Hadis. Terdapat sejumalah ayat al-Quran yang berbicara tentang jual-beli,
diantaranya: “Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba...”(2:275). ”...kecuali
dengan cara perdagangan yang didasari dengan suka sama suka diantara
kamu...”(4:29). Dasar hukum jual beli juga terdapat dalam Hadis, antara
lain: Nabi s.a.w, ditanya salah seorang sahabat mengenai profesi apa yang
paling baik. Nabi menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli
yang diberkati.”(H.R. Turmuzi)
B.
Rukun dan
Syarat Jual-Beli
Menurut ulama hanafiyah, rukun jual-beli hanya ijab dan
qobul. Berarti menurut mereka, yang
menjadi rukun dalam jual-beli itu hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi. Sedangkan menurut
jumhur ulama, rukun jual beli terdiri dari:
Ø Orang
yang berakad,
Syarat orang yang melakukan akad
ialah berakal, baligh, dan kehendak sendiri.
Ø Lafaz
ijab-qobul,
Syaratnya ialah orang yang
mengucapkannya telah baligh dan berakal, qobul sesuai dengan ijab, ijab dan
qobul dilakukan dalam satu majelis.
Ø Obyek
jual-beli,
Disyaratkan barang yang
diperjualbelikan suci (bersih barangnya), dapat dimanfaatkan dan bermanfaat
bagi manusia. Tidak sah jika barang yang diperjualbelikan tidak bermanfaat bagi
manusia dalam pandangan syara.
Ø Nilai
tukar (harga barang), merupakan harga
yang disepakati kedua belah pihak.
C.
Unsur-Unsur
Kelalaian Dalam Jual Beli
Beberapa cara jual beli yang didalamnya terdapat unsur
kelalaian, diantaranya adalah menyakiti si penjual atau si pembeli atau kepada
orang lain, menyempitkan gerakan pasaran, dan merusakan terhadap ketentraman
umum. [1]
a. Membeli
barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar sedang dia tidak ingin
kepada barang itu, semata-mata agar orang lain tidak bisa memiliki barang
tersebut.
b. Membeli
barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar
c. Membeli
barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedang
masyarakat membutuhkan terhadap barang itu.
d. Menjual
suatu barang yang berguna tetapi dipakai untuk menjadi alat maksiat kepada yang
membelinya.
e. Jual
beli yang mengicuh, berarti dalam urusan jual beli itu ada kicuhan, baik dari
pihak pembeli maupun dari pihak penjual.
D.
Macam-macam
Jual Beli
Beberapa macam bentuk
jual beli yang ada pada saat ini populer dipraktikan dimasyarakat yaitu,antara lain jual beli
salam, jual beli istishna, jual beli sharf dan jual beli murabahah.
1.
Jual Beli Salam,
Menjual suatu barang yang
penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan
pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan di kemudian hari.
Sebagaimana jual beli pada
umumnya, jual beli ini akan sah bila dilakukan sesuai dengan rukun dan
syaratnya. Adapun rukunnya ialah pembeli, penjual, modal/uang, barang, ucapan.
Sedangkan syaratnya:
·
Pihak yang terkait harus cakap hukum,
baligh, dan berakal.
·
Modal atau uang, hendaknya jelas
harganya baik berupa uang, barang atau manfaatnya. Modal harus segera
diserahkan pada saat aqad.
·
Barang, yang menjadi objek salam
diisyaratkan tidak termasuk barang yang diharamkan.
·
Ucapan akad, hendaknya dilakukan
dengan jelas dan disebutkansecara spesifik denagn siapa berakad, antara ijab dan
qobul harus selaras.
2. Jual
Beli Istishna
Musthofa Ahmad al-Zarqa,
mendefinisikan sebagi akad penjualan barang yang bersifat manufacture(barang
hasil olahan/kerajinan), dengan kewajiban bagi penjual untuk menghadirkan
barang tersebut, dengan materilnya berasal dari pihak penjual dengan
spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
Menurut jumhur ulama kebolehan
kebolehan istishna cukup dengan meng-qiyaskannya dengan jual beli salam, maka
secara umum dasar hukum yang berlaku pada jual beli salam maka berlaku pulapada
jual beli istishna.
3. Jual
Beli Mata uang,
Arti harfiah dari sharf adalah
penambahan, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sedangkan
menurut istilah ialah jual beli uang dengan uang, baik yang sejenis atau yang
berbeda jenis. Maksudnya adalah jual beli emas dengan emas, perak dengan perak
dan emas dengan perak.
4. Jual
Beli Murabahah
adalah jual beli barang seharga modal pembelian
ditambah keuntungan yang disepakati. Murabahah satu jenisjual beli yang
dibenarkan oleh syariah san merupakan implementasi muamalat tijariyah.
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam
jual beli murabahah, sebagi berikut:
ü Harus
dilakukan atas barang yang telah dimiliki/hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
ü Adanya
kejelasan informasi mengenai besarnya modal dan biaya-biaya lain yang lazim
dikeluarkan dalam jual beli pada suatu komoditi.
ü Ada
informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun persentasi sehingga
diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.
ü Dalam
sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin
kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu
tidak ditetapkan.
Penutup
Jual beli yang kerap kali
kita lakukan dalan kehidupan seharu-hari harus sesuai dengan aturan yang telah
ditentukan oleh agama. Diantaranya harus terpenuhi syarat dan rukunnya, yang
dimana jika syarat dan rukun ini tidak terpenuhi maka tidak sah lah awad dari
jual-beli tersebut. Disamping kita harus mengetahui rukun dan syarat jual beli,
kitapun harus mengetahui macam-macam jual beli agar tidak terkecoh.
[1] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam.
Hal.273
Komentar
Posting Komentar