“Hubungan Pendidikan Islam Dengan Sistem Pendidikan Nasional”

PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Pembahasan dalam kajian ini merupakan upaya untuk menjelaskan hubungan korelatif antara dinamika perkembangan dan perubahan system pendidikan Islam dengan kebijakan negara dan politik pendidikan nasional. Pendidikan Islam yang semula memfokuskan pada misi tafaqquh fiddin (untuk memahami ajaran agama) telah mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi yang ikut mendorong perubahan aspirasi pendidikan masyarakat muslim. Bagaimana perubahan tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan negara yang mendorong perubahan posisi lembaga pendidikan Islam dalam system pendidikan nasional, perubahan visi, misi dan tujuan, kurikulum dan sumber rujukan bagi pemikiran keislaman yang ditransmisikan melalui lembaga pendidikan Islam.

Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hubungan pendidikan Islam dengan system pendidikan nasional ?
2.      Apa jati diri pendidikan Islam ?










A. Hubungan Pendididkan Islam Dengan Sistem Pendiddikan Nasional
            Posisi pendidikan Islam dalam system pendidikan nasional secara normatif dapat dilihat dari perkembangan kebijakan negara terhadap pendidikan Islam, baik itu pendidikan di madrasah dan pondok pesantren, maupun pendidikan agama sebagai bagian kurikulum di sekolah umum. Secara normatif dapat dilihat terjadi pergeseran posisi dan pengakuan terhadap pendidikan Islam yang terus berlangsung sampai saat ini, yaitu dari posisi marjinal dan “kelas dua” pada masa pemerintah colonial sampai mendapatkan pengakuan eksistensi yang samadengan sekolah umum. Persamaan kedudukan madrasah yang diakui pemerintah dalam pelaksanaan wajib belajar dengan sekolah umum negeri memperlihatkan bahwa lembaga pendidikan Islam dipandang dapat memenuhi kewajiban pelaksanaan wajib belajar bagi masyarakat.
            Posisi pesantren, khususnya pesantren salaf yang semata menjalankan kurikulum ilmu keislaman yang belum diakui pemerintah, antara lain karena pesantren salaf lazimnya tidak menerapkan ketentuan pemberian ijazah pada para santri yang telah menyelesaikan pendidikan, berbeda dengan kedudukan madrasah yang telah diakui pemerintah dan menjalankan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sampai akhir tahun 1990-an masih ada lulusan pesantren, yang karena belum mendapatkan pengakuan pemerintah tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi negeri keagamaan seperti IAIN dan STAIN. Kendala lain dapat berupa tidak diakuinya pendidikan mereka ketika mencari lapangan pekerjaan. Akibatnya, kebanyakan lulusan pesantren seperti ini melanjutkan pendidikannya ke lembaga pendidikan tinggi Islam yang ada di Timur Tengah, dan dalam bidang pekerjaan kebanyakan masuk ke dalam sector informal. Akibat kendala yang dihadapi para lulusan pesantren, terutama pesantren salaf, banyak dari lembaga pendidikan Islam pola pesantren ini yang mengubah pendidikannya ke dalam bentuk madrasah dan menerapakan kurikulumyang ditetapkan pemerintah maupun dari sektor lain. Sebagian dari sistem pesantren salafiah yang masih eksis berada didaerah pedesaan yang dalam hal lapangan penghidupan belum terintegrasi sepenuhnya ke dalam sektor formal modern.
            Secara formal, dilihat dari kontribusi pendidikan Islam dalam proses pendidikan Islam dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa, posisi lembaga pendidikan Islam pada dasarnya diakui sama dengan lembaga pendidikan lain. Pendidikan Islam juga menjalankan misi pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Lembaga pendidikan Islam yang sampai pelosok-pelosok memberikan manfaat yang sangat berarti kepada masyarakat yang tidak mampu menjangkau pendidikan formal disekolah umum. Karena itulah, banyak lembaga pendidikan Islam yang tidak memedulikan pengakuan, karena keyakinan para pengelolanya bahwa pendidikan yang mereka selenggarakan telah ikut berperan dalam proses pendidikan kepada masyarakat agar masyarakat melek huruf dan mempunyai bekal dalam menjalankan hidupnya terutama bekal pengetahuan agama.
            Berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam, mengingat pendidikan Islamlebih mengutamakan pengetahuan keislaman dan lemah dalam pengetahuan umum terutama yang diarahkan pada penguasaan sains dan teknologi, maka ada segmen masyarakat yang memandang bahwa lembaga pendidikan Islam belum mampu menghasilkan lulusan dengan kualitas yang sama dengan sekolah umum. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa meskipun kurikulum madrasah telah disamakan dengan kurikulum disekolah umum ternyata sedikit sekali dari lulusan madrasah lanjutan yang lolos dalam seleksi penjaringan calon mahasiswa di perguruan tinggi negeri, terutama perguruan tinggi berkualitas seperti UI, ITB, Gadjah Mada, Airlangga, IPB, dan lainnya. Kebanyakan lulusan madrasah melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi agama seperti IAIN< STAIN atau perguruan tinggi swasta. Kenyataan seperti itu memperlihatkan bahwa di satu sisi secara faktual keberadaan lembaga pendidikan Islam dipandang memberikan manfaat dan arti penting bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan dan bekal pengetahuan agama bagi kehidupannya tanpa memedulikan apakah pendidikannya mendapatkan pengakuan pemerintah atau pengakuan berbagai segmen masyarakat. Di sisi lain, upaya normative dalam bentuk ketentuan perundangan yang memberikan posisi yang sama antara lembaga pendidikan Islam dengan sekolah umum dengan keharusan menyelenggarakan kurikulum nasional, di dalam kenyataannya belum mampu memberikan dorongan yang cukup kuat untuk mengangkat kualitas lulusan madrasah agar sama dengan kualitas lulusan sekolah umum sehingga mampu bersaing dalam memperebutkan berbagai kesempatan dan resources di bidang sosial dan ekonomiseperti lapangan pekerjaan di berbagai sektor formal modern. Sekolah unggulan Islam yang banyak bermunculan di Indonesia pada akhir abad ke-20 dipandang sebagai jawaban untuk memenuhi keperluan masyarakat muslim, yaitu basis keagamaan yang kuat yang diimbangi dengan penguasaan sains dan tenologi.

B. Jati Diri Pendidikan Islam
            Jati diri pendidikan Islam berkaitan dengan fungsinya yaitu sebagai emedia transmisi pengetahuan dan pemikiran keislaman baik untuk membentuk pribadi muslim maupun untuk mencetak para ahli ilmu keagamaan, serta untuk melestarikan tradisi keislaman. Dalam menjalankan fungsinya tersebut yang pertama-tama menjadi jati diri pendidikan Islam adalah kurikulum berupa cabang-cabang ilmu keislaman dengan sumbar rujukan utama yaitu Al-Qur’an, wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Muhammad serta penjelasan terhadap pesan wahyu tersebut yang tergambar dari seluruh perkataan, perbuatan, dan pengalaman Muhammad sebagai Rasul Allah yang kemudian menjadi cabang ilmu keislaman sendiri yaitu hadits. Al-qur’an mengandung ayat-ayat qauliyah dan hadits Rasulullah berfungsi memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat tersebut. Dari kedua sumber tersebut lahir cabang-cabang ilmu keislaman yang lain seperti fiqh, ushul fiqh, ilmu kalam, tsawuf, ilmu tafsir, dan sebagainya yang kemudian menjadi kurikulum inti dilembaga pendidikan Islam. Jadi yang menjadi jati diri utama pendidikan Islam adalah seluruh cabang ilmu keislaman yang menjadi kurikulum inti di lembaga pendidikan Islam untuk fungsi tafaqquh fiddin.
            Unsur berikutnya dari jati diri pendidikan Islam adalah keberadaan para ulama para ahli agama dan para kyai yang menjadi elemen utama dalam proses transmisi ilmu dan pemikiran keislaman. Para ulama ahli ilmu agama merupakan produk pendidikan Islam yang secara berkesinambungan berperan dalam proses transmisi pemikiran dan reproduksi ulama ahli berikutnya. Kedudukan sebagai ulama diperoleh karena pengakuan atas pengetahuan, keahlian keunggulannya dalam ilmu keislaman yang dimanfaatkannya sebagai rujukan dalam melahirkan pemikiran interpretatif untuk memberikan penjelasan terhadap berbagai permasalahan dalam kehidupan komunitas muslim. Apabila konsep tafaqquh fiddin diperluas pengertiannya meliputi pengetahuan dan pemikiran yang bersumber dari ayat kauniyah, maka pra ahli sains dan ilmu pengetahuan umum dengan landasan keagamaan yang kuat terutama dalam menjalankan ajaran agamanya dapat dikategorikan sebagai unsur jati diri pendidikan Islam.
            Selanjutnya, metode pembelajaran khas yang dilakukan dilingkungan lembaga pendidikan Islam dalam bentuk halaqah yang mengutamakan kontak personal yang intens antara guru dan muurid juga menjadi bagian dari jati diri pendidikan Islam. Dengan kontak personal yang diperkuat dengan legitimasi nilai-nilai ajaran Islam seperti tawadhu, taat atau lainnya memperkuat hubungan guru murid dalam kerangka otoritas guru.
            Perubahan dalam sistem pendidikan Islam mulai dari aspek kelembagaan, kurikulum, metode dan manajemen pendidikan telah mendorong perubahan jati diri pendidikan Islam. Perubahan jati diri pendidikan Islam terutama menyangkut kurikulum inti di madrasah yang semula terfokus pada ilmu keislaman, yang kemudian menjadi muatan lokal dan digeser oleh kurikulum nasional yang diterapkan seperti disekolah umum. Berkurangnya locus penggunaan kitab kuning sebagai sumber rujukan pemikiran keislaman di lembaga pendidikan Islam juga menjadi pertanda memudarnya jati diri pendidikan Islam.
            Perubahan sistem pendidikan dilembaga pendidikan Islam kepada sistem dengan standar seperti yang diterapkan di sekolah umum juga memudarkan unsure lain dari jati diri pendidikan Islam. Kyai atau ulama ahli agama tidak lagi menjadi elemen utama dalam transmisi pengetahuan keislaman dimadrasah karena kedudukannya digantikan oleh guru dengan persyaratan guru di sekolah umum. Demikian pula, perubahan metode pembelajaran dari metode halaqah dengan kontak personal yang intens antara guru murid kepada metode klasikal yang bersifat formal dengan penerapan perencanaan pembelajaran sampai kepada evaluasidan sertifikasi yang diberikan kepada siswa juga telah mengubah jati diri lembaga pendidikan. Dengan seluruh perubahan tersebut lembaga pendidikan Islam tidak lagi berfungsi optimal sebagai media reproduksi ulama. Juga, bobot dan kedalaman pemikiran keislaman yang ditransmisikan melalui lembaga pendidikan Islam menjadi berkurang karena berkurangnya intensitas dalam tradisi pemahaman kitab kuning sebagai wujud kesinambungan pemikiran keislaman dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan kurikulum pendidikan Islam akan menyebabkan berkurangnya kualitas dan kuantitas reproduksi ulama pada lembaga pendidikan Islam. Ulama nusantara generasi awal langsung belajar memperoleh ilmu keislaman dari pusat-pusat studi Islam di Timur Tengah, yang kemudian diteruskan oleh ulama produk pendidikan di pesantren salafiyah. Lembaga pendidikan Islam tidak lagi dapat menjalankan fungsinya secara optimal dalam melahirkan ulama yang betul-betul memiliki pengetahuan yang luas dan keahlian dalam ilmu keislaman.
            Perubahan jati diri pendidikan Islam juga akan melahirkan muslim yang hanya memiliki pengetahuan dari buku keislaman “populer”, bukan yang bersumber dari kitab kuning yang selama ini menjadi sumber rujukan utama pengetahuan dan pemikiran keislaman. Namun demikian, pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum pada semua jenjang pendidikan dapat menjembatani fungsi pendidikan di lembaga pendidikan Islam dengan sekolah umum. Sejalan dengan itu, dengan terintegrasinya pendidikan Islam di bawah satu payung kebijakan dan sistem pendidikan nasional dapat mengurangi dikotomi pemikiran, antara kelompok dan orientasi keislaman yang kuat dengan mereka yang memiliki orientasi sekuler, yang selama ini berpengaruh terhadapa konsistensi kehidupan nasional.



Kesimpulan

            Pendidikan sering dikatakan sebagai seni pembentukan masa depan. Ini tidak hanya terkait dengan manusia seperti apa yang diharapkan di masa depan, tetapi juga dengan proses seperti apa yang akan diberlakukan di masa datang. Baik dalam konteks peserta didik maupun proses, pendidikan perlu memperhatikan realitas sekarang untuk menyusun format langkah-langkah yang akan diberlakukan.
            Setiap kali bangsa dilanda krisis, pendidikan segera menjadi objek sorotan. Mengapa bangsa menjadi begini atau begitu ? Apa yang telah dilaksanakan oleh pendidikan untuk bangsa ini ? Konsekuensi tersebut wajar dan harus diterima oleh pendidikan karena memang permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan peranan pendidikan sebagai agen perubahan dan pembentukan masa depan bangsa.


PENUTUP

            Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan beribu-ribu kritik dan saran yang bersifat membangun.

Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.


Daftar Pustaka
            Daulay, Haidar Putra., Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia., Jakarta., Kencana., 2004.
            Aly, Hery Noer, dan Munzier., Watak Pendidikan Islam., Jakarta., Friska Agung Insani., 2003.

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah ADAB BERTETANGGA

DIMENSI ALIRAN PEMIKIRAN ISLAM

“Sejarah Perkembangan Psikologi dan Aliran-alirannya