“Etika Kepemilikan Harta Dalam Sistem Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional”
PENDAHULUAN
Seperti
yang telah kita ketahui bahwasannya di dunia ini ada dua macam sistem ekonomi
yang telah kita kenal, yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.
Dalam sistem ekonomi kapitalis,
manusia dibebaskan untuk memperoleh harta benda/kekayaan sebanyak-banyaknya
dengan berbagai cara walaupun dengan cara mengeksploitasi orang lain. Sistem
ini akan menimbulkan banyak jurang yang sangat dalam antara orang kaya dengan
orang miskin. Kebalikan dengan ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis menganut
adanya keterbatasan akan kepemilikan harta benda/kekayaan. Untuk mewujudkan
sistem ini, peran negara sebagai alat kontrol sangat penting. Hasil dari sistem
ini ekonomi ini adalah pemerataan akan kepemilikan kekayaan diantara warga
negara.
Kedua ekonomi tersebut tentu tidaklah
adil, karena disatu pihak ada yang memiliki harta/kekayaan berlimpah tetapi
dipihak lain aada yang sangat kekurangan. Begitu juga dalam sistem ekonomi
sosialis yang menganut pemerataan dalam kepemilikan, sebab hal ini tidaklah
mungkin karena setiap orang mempunyai potensi untuk memperoleh kekayaan
kekayaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Di dalam sistem ekonomi Islam,
keemilikan sudah diatur di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Alam semesta beserta
isinya adalah mutlak milik Allah Swt. Manusia sebagai khalifah dibumi diberikan
hak oleh Allah atas segala benda yang ada disekitarnya, namun bukan hak untuk
memilikinya secara mutlak, melainkan hak untuk mengelolanya dan mengambil
manfaat dalam batas-batas tertentu. Pemberian hak oleh Allah atas benda
tersebut harus diimbangi dengan kewajiban untuk mewujudkan kebaikan dan
kemakmuran bersama.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadits
terdapat penjelasan mengenai kepemilikan akan benda sehingga kita mengetahu
betapa Islam sangat memperhatikan kepemilikan ini karena sangat berhubungan
dengan kesejaheraan umat.
PEMBAHASAN
Pengertian Kepemilikan
Kepemilikan
dapat diartikan juga dengan hak milik, dan dalam bahasa Arab disebut sebagai
hak mali, yaitu hak-hak yang terkait dengan kehartabendaan dan manfaat, atau
penguasaan terhadap sesuatu yang dimiliki (harta). Hubungan seseorang dengan
suatu harta yang diakui oleh syariah menjadikannya mempunyai ekuasaan khusus
terhadap harta tersebut, sehingga ia dapat melakukan tindakan hokum terhadap
harta itu, kecuali ada halangan syariah. Dalam hubungan ini manusia berhak
mengurus dan memanfaatkan milik mutlak Allah itu dengan cara-cara yang benar
dan halal serta berhak memperoleh bagian dari hasil usahanya. Pada prinsipnya
hokum Islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara
mutlak, karena hak mutlak atas sesuatu benda hanya pada Allah. Tetapi karena
kepaastian hukum d dalam masyarakat agar menjamin kedamaian dalam kehidupan
bersama, maka kepemilikan atau hak milik seseorang atas suatu benda diakui
dengan pengertian bahwa hak milik itu harus diperoleh secara halal dan harus
berfungsi sosial.
Banyak sekali ayat dan hadits yang
membicarakan tentang kepemilikan ini antara lain :
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan
langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia maha kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Al-Maidah : 120)
“Agar Allah memberi pembalasan
kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah maha
cepat hisab-Nya.” (QS. Ibrahim : 51)
Alam semesta ini harus dikelola
dengan baik demi kesejahteraan manusia dan lingkungan sekitarnya. Kaitan harta
milik pribadi dengan kepentingan umum yaitu bahwa Islam sangat menghormati
kemerdekaan seseorang untuk memiliki sesuatu selama itu sejalan dengan cara
yang digariskan syari’ah. Manusia bebas mengembangkan hartanya tersebut dan
mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara yang jujur. Namun pemilik harta
secara hakiki adalah Allah Swt. Seseorang dikatakan memiliki harta secara
majasi dan harta itu merupakan amanah yang harus dipergunakan untuk
kemaslahatan dirinya dan orang lain. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,
“Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh harta yang besar.”
QS. Al-Hadid : 7).
Yang dimaksud dengan menguasai
disini ialah penguasaan yang bukan mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah
pada Allah. Manusia harus menafkahkan hartanya sesuai dengan hokum Allah Swt.
Manusia berhak memperoleh bagian
dari hasil usahanya, dan banyaknya hasil usaha atau harta benda yang dimiliki
oleh tiap-tiap manusia tidaklah bisa sama rata. Karena manusia diberi oleh
Allah Swt kemampuan akal dan potensi yang berbeda-beda diantara para
makhluk-Nya. Dia telah menunjukkan adanya perbedaan kepemilikan dalam harta ini.
Pernyataan Allah tentang manusia akan memperoleh imbalan dari apa yang sudah
diusahakannya juga tedapat di dalam firmanNya,
“Agar Allah memberi pembalasan
kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah maha
cepat hisab-Nya.” (QS. Ibrahim : 51)
Pada setiap harta yang dimiliki
seseorang passti ada hak untuk orang lain. Rasululah Saw bersabda,
“Sesungguhnya dalam setiap harta
itu ada hak-hak orang lain selain zakat.” (HR.
At-Tirmidzi)
Kepemilikan Mutlak hanya Milik
Allah, Manusia hanya Berhak Memanfaatkan dan Mengurus Hak Milik Sesuai dengan
Keinginan Allah
Allah
Swt berfirman,
“Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki aa bagian dari apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS. AN-Nisa : 32)
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pada prnsipnya hukum Islam tidak mengetahui hak milik
seseorang atas suatu benda secara mutlak, karena hak mutlak pemilikan atas
sesuatu benda hanya pada Allah Swt. Namun karena diperlukan adanya kepastian
hukum dalam masyarakat, untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama, maka
“hak milik” seseorang atas suatu benda yang diberikan oleh Allah Swt itu
diimbangi dengan kewajiban untuk mewujudkan kebaikan dan kemakmuran bersama.
Dan sebagai pengurus milik Allah, manusia harus menyesuaikan penggunaan harta
sesuai dengan kehendak Allah Swt
Dalam konsep ekonomi Islam,”Tidak
sedikit pun diantara yang kami punyai (yakni harta dan penghasilan) benar-benar
jadi milikmu kecuali yang kamu makan dan gunakan habis, yang kamu pakai dan
kamu tanggalkan, dan yang kamu belanjakan untuk kepentingan sedekah, yang
imbalan pahalanya kamu simpan untukmu.” (Dituturkan oleh Muslim dan Ahmad)
Sekalipun ketamakan merupakan
kejahatan, pemborosan pun demikian. Dalam al-Qur’an, orang mukmin dilukiskan
sebagai salah satu dari orang-orang yang ketika membelanjakan harta tidak
berlebih-lebihan dan tidak menimbulkan keburukan, tetapi mempertahankan
keseimbangan yang adil diantara sikap-sikap yang ekstrem tersebut.
Namun demikian, dalam pembelanjaan
untuk bersedekah, untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan
menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, konsep berlebih-lebihan tidak berlaku.
Tidak ada jumlah pembatasan dalam pembelanjaan dalam jenis ini dan setiap
pembelanjaan untuk keperluan tersebut akan mendapatkan imbalan dari Allah Swt.
Hak Milik sebagai Alat untuk
Ibadah
Tugas
manusia hidup di dunia ini adalah untuk beribada kepada Allah Swt. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.”
Hubungan
ayat tersebut dengan kepemilikan harta benda adalah apapun yang kita miliki termasuk
harta kekayaan harus dimanfaatkan untuk beribadah kepada Allah Swt. Harta
kekayaan bukanlah alat untuk pelampiasan hawa nafsu atau alat kemaksiatan.
Namun harta kekayaan ialah alat untuk beribadah dan alat untuk mencapai
kebaikan. Artinya dengan harta kekayaan yang ada, kita tidak boleh berbuat
keburukan tetapi harus dibuat kebaikan. Ini adalah sebagai bagian dari fungsi
harta kekayaan menurut ajaran Islam. Rasulullah Saw telah memperingatkan
manusia antara perkara-perkara yang akan dimitai pertanggung jawabannya oleh
Allah di hari kiamat ialah harta kekayaan; dari mana harta itu diperoleh, dan
untuk apa harta itu kita belanjakan atau pergunakan, apakah untuk kebaikan atau
keburukan.
Perbandingan
Hak Milik Pribadi Dalam Ekonomi : Islam, Kapitalisme, Sosialisme
Konsep Kepemilikan Pengelolaan Harta Kekayaan
a)
Konsep kepemilikan harta kekayaan
Perbedaan antara sistem
ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep kepemilikan
harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem ekonomi
Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem
ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis
dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara
(kualitas) memperoleh harta yang dimiliki. Artinya cara memperolehnya
dibebaskan dengan cara apapun yang yang dapat dilakukan. Sedangkan menurut
pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan harta
individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan
dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan
menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas)
tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam
memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Demikian juga pandangan
tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi sosialis tidak dikenal
kepemilikan individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan negara
(state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu
masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan
individu. Berbeda dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal
kepemilikan individu (private property) serta kepemilikan umum (public property).
Perhatian Sistem Ekonomi Kapitalis terhadap kepemilikan individu jauh lebih
besar dibandingkan dengan kepemilikan umum. Tidak jarang kepemilikan umum dapat
diubah menjadi kepemilikan individu dengan jalan privatisasi. Berbeda lagi
dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada kepemilikan
individu (private property), kepemilikan umum (public property) serta
kepemilikan negara (state property). Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis
kepemilikan umum khususnya tidak boleh diubah menjadi kepemilikan negara atau
kepemilikan individu.
b)
Konsep Pengelolaan Harta Kekayaan
Perbedaan lainnya antara
sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep
pengelolaan kepemilikan harta, baik dari segi nafkah maupun upaya pengembangan kepemilikan.
Menurut sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, harta yang telah dimiliki dapat
dipergunakan (konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas tanpa
memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai
contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang
dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik
minuman keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Sedangkan menurut Islam
harta yang telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi) maupun pengembangannya
(investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan demikian
maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah tidak diperkenankan
(dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik barang-barang
haram juga dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan
mengkonsumsi minuman keras adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi
Islam.
PENUTUP
Kepemilikan Pribadi merupakan darah
kehidupan bagi kapitalisme. Oleh karena itu, barang siapa yang menguasai factor
produksi, maka ia akan menang. Demikian moto Kapitalisme. Ekonomi kapitalisme
berdiri berlandaskan hak milik khusus atau hak milik individu. Ia memberikan
kepada setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barang-barang yang
produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaannya dalam
memiliki, membelanjakan, maupun mengembangkan dan mengekploitasi kekayaannya.
Sementara dalam Sosialisme: setiap
orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Ekonomi ini
mengedepankan pada hak milik umum atau hak milik orang banyak yang diperankan
oleh Negara atas alat-alat produksi, tidak mengakui hak milik individu,kecuali
hal-hal yang berlainan dengan dasar pokok yang umum itu. Negaralah pemilik
satu-satunya alat produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi
seluruh bangsa. Orang tidak memiliki hak-hak, kecuali yang diakui dan memenuhi
syarat terpeliharanya orang banyak.
Sistem Ekonomi Islam memiliki sikap
yang tersendiri terhadap hak milik. Ekonomi Islam menganggap kedua macam hak
milik pada saat yang sama sebagai dasar pokok bukan sebagai pengecualian. Hak
milik dalam Ekonomi Islam, baik hak milik khusus maupun hak milik umum,
tidaklah mutlak, tetapi terikat oleh ikatan-ikatan untuk merealisasikan
kepentingan orang banyak dan mencegah bahaya, yakni hal yang membuat hak milik
menjadi tugas masyarakat.
Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith
thariiq.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa
barakatuhu.
Jadi pemerataan kepemilikan harta menurut islam itu apa??
BalasHapus